Ini resume film "SOEGIJA"
Sosok
Di balik Sang Pendeta
Assalamu’alaikum.Wr.Wb
Saya ingin menyampaikan tugas
resume film yang sudah saya tonton sebelum nya. Ini tugas remedial dari guru
sejarah saya Ibu Eka, semoga sesuai dengan perintah yang beliau berikan kepada
saya.
Film
ini ingin melukiskan kisah-kisah kemanusiaan di masa perang kemerdekaaan bangsa
Indonesia (1940-1949). Adalah Soegija (diperankan Nirwan Dewanto) yang diangkat
menjadi suku pribumi dalam Gereja Katolik Indonesia. Baginya kemanusiaan itu
satu, kendati berbeda bangsa, asal-usul, dan ragamnya.Dan perang adalah kisah
terpecahnya keluarga besar manusia. Ketika Jepang datang ke Indonesia (1942),
Mariyem ( Annisa Hertami)
terpisah dari Maryono (Abe), kakaknya. Ling
Ling (Andrea Reva)
terpisah dari ibunya (Olga Lydia).
Tampaknya keterpisahan itu tidak hanya dialami oleh orang-orang yang terjajah,
tetapi juga oleh para penjajah. Nobuzuki (Suzuki),
seorang tentara Jepang dan penganut Budhist, ia tidak pernah tega terhadap
anak-anak, karena ia juga punya anak di Jepang. Robert ( Wouter
Zweers), seorang tentara Belanda yang selalu merasa jadi
mesin perang yang hebat, akhirnya juga disentuh hatinya oleh bayi tak berdosa
yang ia temukan di medan perang. Ia pun rindu pulang, ia rindu Ibunya.Di tengah
perang pun Hendrick (Wouter Braaf)
menemukan cintanya yang tetap tak mampu ia miliki karena perang. Soegija ingin
menyatukan kembali kisah-kisah cinta keluarga besar kemanusiaan yang sudah
terkoyak oleh kekerasan perang dan kematian. Ketika di tahun 1942 kesedihan dan
kehancuran telah datang dan tidak ada henti nya. Di durasi 50 peperanganngan
pun berlangsung dan memakan banyak korban yang berjatuhan. Setelah peperangngan
berakhir banyak kendala diluar dugaan misal nya, kurang nya pasokan minum air
bersih dan persediaan makanan terutama di bahan pokok seperti beras. Disamping
itu wilayah Indonesia sudah dikuasi penuh oleh Belanda dan negara-negara lain.
Berbagai macam taktik dan persiapan rakyat Indonesia di persiapkan untuk
melawan penjajah.
Hal tertentu yang menambah pengetahuan saya di bidang sejarah,
khususnya mengenai Monseigneur Albertus Soegijapranata SJ., atau lebih dikenal
dengan nama Soegija. Di
samping itu para pemain tokoh nya juga berakting dengan baik dan semaksimal
mungkin memaikan karakter nya masing-masing. Saya memuji detail penggunaan propertinya. Penggambaran
detail di film ini ciamik. Mobil dan motor era itu dihidupkan kembali. Seragam
tentara Belanda dan Jepang cukup bagus, demikian pula senjatanya. Penggunaan
bahasa selain bahasa Indonesia yaitu bahasa Jawa, Jepang terperinci. Aktor
cukup fasih mengucapkan seolah-olah itu bahasa aslinya. Barang di era itu juga
tampak jelas. Oya, berdasarkan pemahaman saya pribadi, nampaknya tokoh Mariyem
di dalam film Soegija mengalami perpindahan ideologi, semula bukan Katolik kemudian
menjadi Katolik. Penggambaran tersebut tidak terlalu dijelaskan secara
mendetail, namun melalui bahasa tubuh dan ucapan. Yaitu, tercermin saat Mariyem
berbicara dengan Hendrick,”Nama saya Mariyem, bukan Maria!” Ada nada gusar dari
suara Mariyem kala Hendrick bilang kalau namanya itu sama seperti Maria, Bunda
Maria. Cerminan lainnya terlihat kala Mariyem tak lagi marah saat orang lain,
yaitu Robert mengatakan kalau nama Mariyem terdengar seperti Maria. Secara
umum, terlepas dari pro dan kontra di dalam film Soegija, film ini menambah
pengetahuan sejarah bagi saya. Walaupun terkesan kaku dalam akting pelakonan
para tokoh, kecuali aktingnya Butet Kartaredjasa, saya mencoba memahami alur
cerita yang tak kalah kakunya dengan para pemain di dalamnya. Selain itu,
setting tempat di dalam cerita kurang kuat. Belum lagi, tokoh Ling Ling yang
tidak mengalami perbedaan fisik sebelum ibunya dijemput tentara Jepang, saat
Indonesia merdeka, menyelusuri pantai bersama Uskup Soegija, dan saat dia
berdoa di gereja, padahal ada rentang waktu di dalamnya. Betulkah seorang anak
tidak mengalami pertumbuhan dan perkembangan dalam rentang waktu tertentu?
Lalu, ‘sentilan’ mengapa Uskup Soegija tidak menikah, yaitu karena dia bukanlah
manusia sempurna sehingga separuh hidupnya dipergunakan untuk hal lainnya.
Ternyata dari film ini kita bisa mengenal, mengetahui hasil kaya lukisan dari
pelukis ternama seperti, Affandi,Basuki Abdullah, dll. Di samping itu
perekonomian rakyat zaman dahulu sangatlah minim bisa diliat dari kondisi fisik
tubuh yang sangat memprihatinkan. Amanat yang bisa diambil “bahwa sesama
manusia tidak boleh saling merendahkan satu sama lain”
Mungkin sekian tugas resume dari saya. Mohon
maaf bila ada kekurangan dari teks atau pendapat lain mengenai tugas ini.
Wassalamu’alaikum.Wr.wb
Created by:
@RiriRizqiRmdhnt
Barokalloh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar