Rabu, 29 Januari 2014

SOEGIJA

Ini resume film "SOEGIJA"


Sosok Di balik Sang Pendeta




Assalamu’alaikum.Wr.Wb
Saya ingin menyampaikan tugas resume film yang sudah saya tonton sebelum nya. Ini tugas remedial dari guru sejarah saya Ibu Eka, semoga sesuai dengan perintah yang beliau berikan kepada saya.


            Film ini ingin melukiskan kisah-kisah kemanusiaan di masa perang kemerdekaaan bangsa Indonesia (1940-1949). Adalah Soegija (diperankan Nirwan Dewanto) yang diangkat menjadi suku pribumi dalam Gereja Katolik Indonesia. Baginya kemanusiaan itu satu, kendati berbeda bangsa, asal-usul, dan ragamnya.Dan perang adalah kisah terpecahnya keluarga besar manusia. Ketika Jepang datang ke Indonesia (1942), Mariyem ( Annisa Hertami) terpisah dari Maryono (Abe), kakaknya. Ling Ling (Andrea Reva) terpisah dari ibunya (Olga Lydia). Tampaknya keterpisahan itu tidak hanya dialami oleh orang-orang yang terjajah, tetapi juga oleh para penjajah. Nobuzuki (Suzuki), seorang tentara Jepang dan penganut Budhist, ia tidak pernah tega terhadap anak-anak, karena ia juga punya anak di Jepang. Robert ( Wouter Zweers), seorang tentara Belanda yang selalu merasa jadi mesin perang yang hebat, akhirnya juga disentuh hatinya oleh bayi tak berdosa yang ia temukan di medan perang. Ia pun rindu pulang, ia rindu Ibunya.Di tengah perang pun Hendrick (Wouter Braaf) menemukan cintanya yang tetap tak mampu ia miliki karena perang. Soegija ingin menyatukan kembali kisah-kisah cinta keluarga besar kemanusiaan yang sudah terkoyak oleh kekerasan perang dan kematian. Ketika di tahun 1942 kesedihan dan kehancuran telah datang dan tidak ada henti nya. Di durasi 50 peperanganngan pun berlangsung dan memakan banyak korban yang berjatuhan. Setelah peperangngan berakhir banyak kendala diluar dugaan misal nya, kurang nya pasokan minum air bersih dan persediaan makanan terutama di bahan pokok seperti beras. Disamping itu wilayah Indonesia sudah dikuasi penuh oleh Belanda dan negara-negara lain. Berbagai macam taktik dan persiapan rakyat Indonesia di persiapkan untuk melawan penjajah.


Hal tertentu yang menambah pengetahuan saya di bidang sejarah, khususnya mengenai Monseigneur Albertus Soegijapranata SJ., atau lebih dikenal dengan nama Soegija. Di samping itu para pemain tokoh nya juga berakting dengan baik dan semaksimal mungkin memaikan karakter nya masing-masing. Saya memuji detail penggunaan propertinya. Penggambaran detail di film ini ciamik. Mobil dan motor era itu dihidupkan kembali. Seragam tentara Belanda dan Jepang cukup bagus, demikian pula senjatanya. Penggunaan bahasa selain bahasa Indonesia yaitu bahasa Jawa, Jepang terperinci. Aktor cukup fasih mengucapkan seolah-olah itu bahasa aslinya. Barang di era itu juga tampak jelas. Oya, berdasarkan pemahaman saya pribadi, nampaknya tokoh Mariyem di dalam film Soegija mengalami perpindahan ideologi, semula bukan Katolik kemudian menjadi Katolik. Penggambaran tersebut tidak terlalu dijelaskan secara mendetail, namun melalui bahasa tubuh dan ucapan. Yaitu, tercermin saat Mariyem berbicara dengan Hendrick,”Nama saya Mariyem, bukan Maria!” Ada nada gusar dari suara Mariyem kala Hendrick bilang kalau namanya itu sama seperti Maria, Bunda Maria. Cerminan lainnya terlihat kala Mariyem tak lagi marah saat orang lain, yaitu Robert mengatakan kalau nama Mariyem terdengar seperti Maria. Secara umum, terlepas dari pro dan kontra di dalam film Soegija, film ini menambah pengetahuan sejarah bagi saya. Walaupun terkesan kaku dalam akting pelakonan para tokoh, kecuali aktingnya Butet Kartaredjasa, saya mencoba memahami alur cerita yang tak kalah kakunya dengan para pemain di dalamnya. Selain itu, setting tempat di dalam cerita kurang kuat. Belum lagi, tokoh Ling Ling yang tidak mengalami perbedaan fisik sebelum ibunya dijemput tentara Jepang, saat Indonesia merdeka, menyelusuri pantai bersama Uskup Soegija, dan saat dia berdoa di gereja, padahal ada rentang waktu di dalamnya. Betulkah seorang anak tidak mengalami pertumbuhan dan perkembangan dalam rentang waktu tertentu? Lalu, ‘sentilan’ mengapa Uskup Soegija tidak menikah, yaitu karena dia bukanlah manusia sempurna sehingga separuh hidupnya dipergunakan untuk hal lainnya. Ternyata dari film ini kita bisa mengenal, mengetahui hasil kaya lukisan dari pelukis ternama seperti, Affandi,Basuki Abdullah, dll. Di samping itu perekonomian rakyat zaman dahulu sangatlah minim bisa diliat dari kondisi fisik tubuh yang sangat memprihatinkan. Amanat yang bisa diambil “bahwa sesama manusia tidak boleh saling merendahkan satu sama lain”


            Mungkin sekian tugas resume dari saya. Mohon maaf bila ada kekurangan dari teks atau pendapat lain mengenai tugas ini. 
Wassalamu’alaikum.Wr.wb



Created by:
@RiriRizqiRmdhnt

Barokalloh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar