Tugas SMA KELAS X SEMESTER 1
@RiriRizqiRmdhnt
Tokoh-tokoh yg
meninggal akibat G 30S PKI :
·
Chaerul
Saleh, pejuang
dan tokoh politik Indonesia yang pernah menjabat sebagai menteri, wakil perdana
menteri, dan ketua MPRS antara tahun 1957 sampai 1966. Salah satu pemuda yang
menculik Soekarno dan Hatta dalam Peristiwa Rengasdengklok(meninggal 1967 sebagai
tahanan).
·
Lettu Doel
Arif,
tokoh kunci dalam penculikan jenderal-jenderal Angkatan Darat yang diduga
akan membentuk Dewan
Jenderal oleh PKI dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 (hilang).
·
Lukman
Njoto, Menteri
Negara pada masa pemerintahan Soekarno dan wakil Ketua CC PKI yang sangat dekat dengan D.N. Aidit(ditangkap 1966 dan hilang).
·
Ir. Sakirman, petinggi Politbiro CC PKI dan kakak kandung dari Siswondo
Parman,
salah satu korban yang diculik meninggal dalam peristiwa G30S (hilang).
·
Brigjen Soepardjo, Komandan TNI Divisi Kalimantan
Barat yang memiliki peran penting dalam peristiwa Gerakan 30 September(dihukum mati).
·
Syam
Kamaruzzaman,
tokoh kunci G30S dan orang nomor satu di Politbiro PKI yang bertugas membina simpatisan PKI dari kalangan TNI dan PNS (dijatuhi hukuman mati
1968, dieksekusi 1986).
·
Letkol Untung
Syamsuri, Komandan Batalyon I Tjakrabirawa yang memimpin Gerakan 30 September pada tahun 1965 (dihukum mati 1969).
·
Wikana, seorang pejuang kemerdekaan Indonesia, bersama Chaerul
Saleh dan Sukarni termasuk dalam pemuda yang
menculikSoekarno dan Hatta dalam Peristiwa Rengasdengklok (hilang)
Sumur Maut
Disebut sumur maut, sebab dari sumur tua itu Korps Komandi Operasi
mengangkat tujuh jasad perwira tinggi yang tewas dibunuh pada 30 September.
Diameter sumur sekitar 75 centimer, dalamnya 12 meter.Sekarang, sumur itu jadi
sejarah penting di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya. Mulut sumur dilumuri
cat merah.
Museum Pengkhianatan PKI
Sebetulnya, nama museum ini propaganda banget loh. Soalnya sejarah pengkhiatannya juga masih diperdebatkan ulang. Museum yang satu ini merupakan display indoor terbesar di Lubang Buaya. Isinya diorama-diorama dengan penjelasan singkat yang bercerita tentang kronologi gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di berbagai daerah pada 1945.Di dalam museum dua lantai tersebut, ada juga kole si pakaian dan senjata yang biasa dipakai oleh simpatisan PKI.
Rumah Penyiksaan
Rumah ini akan
membuat teringat lagi pada malam itu, malam nontonin adegan kekerasan mencekam
selama empat jam lebih di film berjudul Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI.
Sambil ngantuk-ngantuk trus digigitin nyamuk, abis diputernya deket-deket
tengah malam. Namanya anak SD, gampang banget didoktrin sama ditakut-takutin.
Jadi, rumah tersebut memiliki display peristiwa brutal berupa rupa tiga dimensi
dan diorama, plus voice over para tokoh dengan latar musiknya yang
menyayat hati. Musiknya ini yang bikin merinding.
Rumah Pusat Komando PKI
Di rumah ini,
kamu bisa melihat langsung benda-benda peninggalan seperti mesin jahit, lemari
dan tempat tidur milik simpatisan PKI.
Dapur Umum
Kecapean mikir
gampang bikin perut laper. Itu kayaknya yang dialami juga sama orang-orang yang
ngatur strategi di Rumah Pusat Komando PKI. Ini alasan kenapa lokasi dapur
deket banget sama pusat komando. Namanya dapur, peninggalannya ya dandang,
panci, meja makan, dan beberapa kursi. Di dalam dapur ada kamar tidur yang
cukup besar yang dilengkapi dengan lampu petromaks.
Museum Paseban
Mungkin sampai
sekarang kamu masih dihantui trauma gara-gara nontonin film Penumpasan
Pengkhianatan G30S/PKI arahan Arifin C Noer. Di dalam Museum Paseban, ada
teater yang pasang tarif Rp 50 ribu untuk sekali pemutaran film. Biar gak
kelamaan, pengelola menggunting adegan sehingga durasi film yang semula 271
menit sukses dipangkas menjadi 30 menit.Museum ini juga punya diorama dan foto
ketujuh Pahlawan Revolusi dan barang peninggalan mereka.
1. Peristiwa Madiun/PKI dan Cara Penanggulangannya
Pemberontakan ini terjadi pada tahun 1948 ini
merupakan pengkhianatan terhadap bangsa Indonesia ketika sedang berjuang
melawan Belanda yang berupaya menanamkan kembali kekuasaannya di Indonesia.
Pemimpin pemberontakan ini di antaranya adalah Amir Syarifuddin dan Musso. Amir
Syarifudin adalah mantan Perdana Menteri dan menandatangani Perjanjian
Renville. Ia merasa kecewa karena kabinetnya jatuh kemudian membentuk Front
Demokrasi Rakyat (FDR) pada tanggal 28 Juni 1948 dan melakukan pemberontakan di
Madiun. Sedangkan Musso adalah Tokoh PKI yang pernah gagal melakukan
pemberontakan terhadap pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1926. Setelah gagal
ia melarikan diri ke luar negeri. Selanjutnya ia pulang ke Indonesia bergabung
dengan Amir Syarifuddin untuk mengadakan propaganda-propaganda anti pemerintah
di bawah pimpinan Sukarno-Hatta.
Kelompok ini seringkali melakukan
aksi-aksinya antara lain:
(1) melancarkan propaganda anti pemerintah,
(2) mengadakan pemogokan-pemogokan kerja bagi para buruh di perusahaan misalnya di pabrik karung di Delanggu Klaten.
(3) melakukan pembunuhan-pembunuhan misalnya dalam bentrokan senjata di Solo tanggal 2 Juli 194. Komandan Divisi LIV yakni Kolonel Sutarto secara tiba-tiba terbunuh. Pada tanggal 13 September 1948 tokoh pejuang 1945, Dr. Moewardi diculik dan dibunuh.
(1) melancarkan propaganda anti pemerintah,
(2) mengadakan pemogokan-pemogokan kerja bagi para buruh di perusahaan misalnya di pabrik karung di Delanggu Klaten.
(3) melakukan pembunuhan-pembunuhan misalnya dalam bentrokan senjata di Solo tanggal 2 Juli 194. Komandan Divisi LIV yakni Kolonel Sutarto secara tiba-tiba terbunuh. Pada tanggal 13 September 1948 tokoh pejuang 1945, Dr. Moewardi diculik dan dibunuh.
Aksi pengacauan di Solo yang dilakukan PKI ini
selanjutnya meluas dan mencapai puncaknya pada tanggal 18 September 1948. PKI
berhasil menguasai Madiun dan sekitarnya seperti Blora, Rembang, Pati, Kudus,
Purwadadi, Ponorogo, dan Trenggalek. PKI mengumumkan berdirinya “Soviet
Republik Indonesia.” Setelah
menguasai Madiun para pemberontak melakukan penyiksaan dan pembunuhan
besar-besaran. Pejabat-pejabat pemerintah, para perwira TNI dan polisi,
pemimpin-pemimpin partai, para ulama, dan tokoh-tokoh masyarakat banyak yang
menjadi korban keganasan PKI.
Pemberontakan PKI di Madiun ini bertujuan
meruntuhkan pemerintah RI yang berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945 yang akan
diganti dengan pemerintahan yang berdasar paham komunis. Kekejaman PKI ketika melakukan
pemberontakan pada tanggal 18 September 1948 tersebut mengakibatkan kemarahan
rakyat. Oleh karena itu pemerintah bersama rakyat segera mengambil tindakan
tegas terhadap kaum pemberontak. Dalam usaha mengatasi keadaan, Pemerintah
mengangkat Kolonel Gatot Subroto sebagai Gubernur Militer Daerah Istimewa
Surakarta dan sekitarnya, yang meliputi Semarang, Pati, dan Madiun. Panglima
Jenderal Sudirman segera memerintahkan kepada Kolonel Gatot Soebroto di Jawa
Tengah dan Kolonel Soengkono di Jawa Timur agar mengerahkan kekuatan kekuatan
TNI dan polisi untuk menumpas kaum pemberontak. Karena Panglima Besar Jenderal
Sudirman sedang sakit maka pimpinan operasi penumpasan diserahkan kepada
Kolonel A. H. Nasution, Panglima Markas Besar
2.
Peristiwa DI/TII dan Cara Penanggulangannya
1. Pemberontakan DI / TII di Jawa Barat
Pada tanggal 7 Agustus 1949 di suatu desa di
Kabupaten Tasikmalaya (Jawa Barat), Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo
memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia. Gerakannya dinamakan Darul Islam
(DI) sedang tentaranya dinamakan Tentara Islam Indonesia (TII). Gerakan ini
dibentuk pada saat Jawa Barat ditinggal oleh pasukan Siliwangi yang berhijrah
ke Yogyakarta dan Jawa Tengah dalam rangka melaksanakan ketentuan dalam
Perundingan Renville. Usaha untuk menumpas pemberontakan DI/TII ini memerlukan
waktu yang lama disebabkan oleh beberapa faktor, yakni :
“medannya berupa daerah pegunungan-pegunungan sehingga
sangat mendukung pasukan DI/TII untuk bergerilya; pasukan Kartosuwiryo dapat
bergerak dengan leluasa di kalangan rakyat; pasukan DI /TII mendapat bantuan
dari beberapa orang Belanda, antara lain pemilik-pemilik perkebunan dan para
pendukung negara Pasundan; suasana politik yang tidak stabil dan sikap beberapa
kalangan partai politik telah mempersulit usaha-usaha pemulihan keamanan”
Selanjutnya dalam menghadapi aksi DI/TII
pemerintah mengerahkan pasukan TNI untuk menumpas gerombolan ini. Pada tahun
1960 pasukan Siliwangi bersama rakyat melakukan operasi “Pagar Betis” dan
operasi “Bratayudha.” Pada tanggal 4 Juni 1962 SM. Kartosuwiryo beserta para
pengawalnya dapat ditangkap oleh pasukan Siliwangi dalam operasi “Bratayudha”
di Gunung Geber, daerah Majalaya, Jawa Barat. Kemudian SM. Kartosuwiryo oleh
Mahkamah Angkatan Darat dijatuhi hukuman mati sehingga pemberontakan DI/ TII di
Jawa Barat dapat dipadamkan.
2.
Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah
Gerombolan DI/TII ini tidak hanya di Jawa Barat akan
tetapi di Jawa Tengah juga muncul pemberontakan yang didalangi oleh DI/ TII.
Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah di bawah pimpinan Amir Fatah yang bergerak
di daerah Brebes, Tegal, dan Pekalongan. dan Moh. Mahfudh Abdul Rachman (Kiai
Sumolangu). Untuk menumpas pemberontakan ini pada bulan Januari 1950 pemerintah
melakukan operasi kilat yang disebut “Gerakan Banteng Negara” (GBN) di bawah
Letnan Kolonel Sarbini (selanjut-nya diganti Letnan Kolonel M. Bachrun dan
kemudian oleh Letnan Kolonel A. Yani). Gerakan operasi ini dengan pasukan
“Banteng Raiders.” Sementara itu di daerah Kebumen muncul pemberontakan yang
merupakan bagian dari DI/ TII, yakni dilakukan oleh “Angkatan Umat Islam (AUI)”
yang dipimpin oleh Kyai Moh. Mahudz Abdurachman yang dikenal sebagai “Romo
Pusat” atau Kyai Somalangu. Untuk menumpas pemberontakan ini memerlukan waktu
kurang lebih tiga bulan.
Pemberontakan DI/TII juga terjadi di daerah
Kudus dan Magelang yang dilakukan oleh Batalyon 426 yang bergabung dengan
DI/TII pada bulan Desember 1951. Untuk menumpas pemberontakan ini pemerintah
melakukan “Operasi Merdeka Timur” yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto,
Komandan Brigade Pragolo. Pada awal tahun 1952 kekuatan Batalyon pemberontak
terrsebut dapat dihancurkan dan sisa- sisanya melarikan diri ke Jawa Barat dan
ke daerah GBN.
3.
Pemberontakan DI/TII di Aceh
Gerombolan DI/ TII juga melakukan
pemberontakan di Aceh yang dipimpin oleh Teuku Daud Beureuh. Adapun penyebab
timbulnya pemberontakan DI/TII di Aceh adalah kekecewaan Daud Beureuh karena
status Aceh pada tahun 1950 diturunkan dari daerah istimewa menjadi karesidenan
di bawah Provinsi Sumatera Utara. Pada tanggal 21-09-1953 Daud Beureuh waktu
itu menjabat sebagai gubernur militer menyatakan bahwa Aceh merupakan bagian
dari Negara Islam Indonesia di bawah pimpinan SM. Kartosuwiryo. Selanjutnya
atas prakarsa Kolonel M. Yasin, Panglima Daerah Militer I/Iskandar Muda, pada
tanggal 17-21 Desember 1962 diselenggarakan“Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh”
yang mendapat dukungan tokohtokoh masyarakat Aceh sehingga pemberontakan DI/
TII di Aceh dapat dipadamkan.
4.
Pemberontakan DI / TII di Sulawesi Selatan
Di Sulawesi Selatan juga timbul pemberontakan
DI/TII yang dipimpin oleh Kahar Muzakar. Pada tanggal 30 April 1950 Kahar
Muzakar menuntut kepada pemerintah agar pasukannya yang tergabung dalam Komando
Gerilya Sulawesi Selatan dimasukkan ke dalam Angkatan Perang RIS (APRIS).
Tuntutan ini ditolak karena harus melalui penyaringan.Pemerintah melakukan
pendekatan kepada Kahar Muzakar dengan memberi pangkat Letnan Kolonel. Akan
tetapi pada tanggal 17 Agustus 1951 Kahar Muzakar beserta anak buahnya
melarikan diri ke hutan dan melakukan aksi dengan melakukan teror terhadap
rakyat. Untuk menghadapi pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan ini
pemerintah melakukan operasi militer. Baru pada bulan Februari 1965 Kahar
Muzakar berhasil ditangkap dan ditembak mati sehingga pemberontakan DI/TII di
Sulawesi dapat dipadamkan.
5.
Pemberontakan DI /TII di Kalimantan Selatan
Pada bulan Oktober 1950 DI/ TII juga
melakukan pemberontakan di Kalimantan Selatan yang dipimpin oleh Ibnu Hajar.
Para pemberontak melakukan pengacauan dengan menyerang pospos kesatuan TNI.
Dalam menghadapi gerombolan DI/TII tersebut pemerintah pada mulanya melakukan
pendekatan kepada Ibnu Hajar dengan diberi kesempatan untuk menyerah, dan akan
diterima menjadi anggota TNI. Ibnu Hajar pun menyerah, akan tetapi setelah
menyerah melarikan diri dan melakukan pemberontakan lagi. Selanjutnya
pemerintah mengerahkan pasukan TNI sehingga pada akhir tahun 1959 Ibnu Hajar
beserta seluruh anggota gerombolannya tertangkap dan dimusnahkan.
3. Keadaan Politik, Ekonomi, Sosial, dan Budaya Sebelum Terjadinya Peristiwa G 30 S/PKI
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan
ideologi Pancasila menghadapi berbagai tantangan besar sejak tahun 1959, ketika
Demokrasi Terpimpin dilaksanakan. Pada waktu itu terjadi ketegangan sosial
politik yang menjadi-jadi. Kondisi politik menjadi panas karena antarpartai
politik saling mencurigai, antara partai politik dengan ABRI serta antara
keduanya dengan Presiden. Mereka saling bersaing untuk saling berebut pengaruh
atau mendominasi. Begitu pula pada masa Demokrasi Terpimpin kondisi ekonomi
sangat memprihatinkan hingga muncul krisis ekonomi nasional.Prinsip Nasakom
yang diterapkan waktu itu memberi peluang kepada PKI dan organisasi pendukungnya
untuk memperluas pengaruhnya. Dalam memanfaatkan peluang tersebut PKI
menyatakan sebagai partai pejuang bagi perbaikan nasib rakyat dengan
janji-janji seperti kenaikan gaji atau upah, pembagian tanah dan sebagainya.
Oleh karena itu PKI banyak mendapatkan pengaruh dari para petani, buruh kecil
atau pegawai rendah sipil maupun militer, seniman, wartawan, guru, mahasiswa,
dosen, intelektual, dan para perwira ABRI.
4. Pemberontakan G 30 S/PKI dan Cara
Penumpasannya
Tantangan yang dihadapi NKRI ketika Demokrasi
Terpimpin dilaksanakan dan munculnya krisis ekonomi nasional merupakan peluang
paham komunis untuk berkembang. Prinsip Nasakom yang dilaksanakan pada waktu
itu memberi kesempatan kepada PKI dan organisasi pendukungnya untuk memperluas
pengaruhnya. Melihat kondisi ekonomi yang memprihatinkan serta kondisi sosial
politik yang penuh dengan gejolak pada awal tahun 1960-an maka PKI berusaha
menyusun kekuatan dan melakukan pemberontakan. Sebelum melakukan pemberontakan,
PKI melakukan berbagai cara agar mendapat dukungan yang luas di antaranya
sebagai berikut.
1.
PKI menyatakan dirinya sebagai pejuang
perbaikan nasib rakyat serta berjanji akan menaikkan gaji dan upah buruh,
pembagian tanah dengan adil, dan sebagainya.
2.
PKI juga mencari pendukung dari berbagai
kalangan mulai dari para petani, buruh kecil, pegawai rendahan baik sipil
maupun militer, seniman, wartawan, guru, mahasiswa, dosen, intelektual, dan
para perwira ABRI.
3.
Pengaruh PKI yang besar dalam bidang politik
sehingga memengaruhi terhadap kebijakan pemerintah.
Puncak ketegangan politik terjadi secara
nasional pada dini hari tanggal 30 September 1965 atau awal tanggal 1 Oktober
1965, yakni terjadinya penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira Angkatan
Darat. Penculikan ini dilakukan oleh sekelompok militer yang menamakan dirinya
sebagai Gerakan 30 September. Aksi ini di bawah pimpinan Letnan Kolonel Untung,
komandan Batalyon I Cakrabirawa. Para pimpinan TNI AD yang diculik dan dibunuh
oleh kelompok G 30 S/ PKI tersebut adalah sebagai berikut.
A.
Letnan Jenderal Ahmad Yani.
B.
Mayor Jenderal R. Suprapto.
C.
Mayor
Jenderal Haryono MT.
D.
Mayor
Jenderal S. Parman.
E.
Brigadir Jenderal DI. Panjaitan.
F.
Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo.
G.
Letnan
Satu Pierre Andreas Tendean.
Syukran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar