A. Rebounding (Meluruskan Rambut)
Ayat di atas menunjukkan haramnya mengubah ciptaan Allah, karena syaitan tidak menyuruh manusia kecuali kepada perbuatan dosa.[1]
Adapun
orang yang tidak seumur dengan Abu Quhafah (yakni belum begitu tua),
tidaklah berdosa apabila menyemir rambutnya itu dengan warna hitam.
Dalam hal ini az-Zuhri pernah berkata: "Kami menyemir rambut dengan
warna hitam apabila wajah masih nampak muda, tetapi kalau wajah sudah
mengerut dan gigi pun telah goyah, kami tinggalkan warna hitam
tersebut."
Termasuk
yang membolehkan menyemir dengan warna hitam ini ialah segolongan dari
ulama salaf termasuk para sahabat, seperti: Saad bin Abu Waqqash, Uqbah
bin Amir, Hasan, Husen, Jarir dan lain-lain. Sedang dari kalangan para
ulama ada yang berpendapat tidak boleh warna hitam kecuali dalam keadaan
perang supaya dapat menakutkan musuh, kalau mereka melihat
tentara-tentara Islam semuanya masih nampak muda.
Sebagian
tinta tattoo secara teknis bukan merupakan tinta pada umumnya. Tinta
tattoo adalah pigmen yang tersuspensi dalam cairan khusus (carrier
solution). Sedangkan pigmen itu sendiri tidak semuanya berasal dari tumbuhan,
namun juga sebagian terbuat dari logam dalam bentuk garam-garamnya, dan
polimer tertentu. Pigmen-pigmen inilah yang nantinya akan menentukan
warna pada tattoo. Tujuan dari larutan pensuspensi atau (carrier solution)
selain sebagai pelarut pigmen juga bertujuan sebagai pendesinfektan
pada pigmen yang terlarut, meratakan pencampuran, dan memastikan
kemudahan aplikasi kegunaanya.
Kuteks
yang dipakai oleh seorang wanita pada kukunya akan menghalangi air
mengenai kuku/jarinya sehingga tidak bisa dikatakan ia telah mencuci
tangannya. Dengan begitu ia telah meninggalkan suatu kewajiban dari
kewajiban-kewajiban wudhu atau mandi. Adapun wanita yang sedang tidak
shalat karena haid tidak mengapa memakai kuteks ini. Hanya saja memakai
kuteks termasuk kekhususan wanita-wanita kafir. Karena alasan ini maka tidak boleh memakainya, agar tidak jatuh dalam perbuatan tasyabbuh (menyerupai) dengan orang-orang kafir.
HUKUM WUDHUNYA ORANG YANG BERKUTEK
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah hukum wudhunya orang yang menggunakan kutek pada kuku-kukunya ?
Jawaban.
Sesungguhnya kutek itu tidak boleh dipergunakan wanita jika ia hendak shalat, karena kutek tersebut akan menghalangi mengalirnya air dalam bersuci (pada bagian kuku yang tertutup oleh kutek itu), dan segala sesuatu yang menghalangi mengalirnya air (pada bagian tubuh yang harus disucikan dalam berwudhu) tidak boleh dipergunakan oleh orang yang hendak berwudhu atau mandi, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman.
“Artinya : Maka basuhlah mukamu dan tanganmu”. [Al-Maidah : 6]
Jika wanita ini menggunakan kutek pada kukunya, maka hal itu akan menghalangi mengalirnya air hingga tidak bisa dipastikan bahwa ia telah mencuci tanganya, dengan demikian ia telah meninggalkan satu kewajiban di antara beberapa yang wajib dalam berwudhu atau mandi.
Adapun bagi wanita yang tidak shalat, seperti wanita yang mendapat haidh, maka tidak ada dosa baginya jika ia menggunakan kutek tersebut, akan tetapi perlu diketahui bahwa kebiasaaan-kebiasaan tersebut adalah kebiasaan wanita-wanita kafir, dan menggunakan kutek tersebut tidak dibolehkan karena terdapat unsur menyerupai mereka.
[Fatawa wa Rasa'il Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, 4/148]
HUKUM WUDHUNYA ORANG YANG BERKUTEK
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah hukum wudhunya orang yang menggunakan kutek pada kuku-kukunya ?
Jawaban.
Sesungguhnya kutek itu tidak boleh dipergunakan wanita jika ia hendak shalat, karena kutek tersebut akan menghalangi mengalirnya air dalam bersuci (pada bagian kuku yang tertutup oleh kutek itu), dan segala sesuatu yang menghalangi mengalirnya air (pada bagian tubuh yang harus disucikan dalam berwudhu) tidak boleh dipergunakan oleh orang yang hendak berwudhu atau mandi, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman.
“Artinya : Maka basuhlah mukamu dan tanganmu”. [Al-Maidah : 6]
Jika wanita ini menggunakan kutek pada kukunya, maka hal itu akan menghalangi mengalirnya air hingga tidak bisa dipastikan bahwa ia telah mencuci tanganya, dengan demikian ia telah meninggalkan satu kewajiban di antara beberapa yang wajib dalam berwudhu atau mandi.
Adapun bagi wanita yang tidak shalat, seperti wanita yang mendapat haidh, maka tidak ada dosa baginya jika ia menggunakan kutek tersebut, akan tetapi perlu diketahui bahwa kebiasaaan-kebiasaan tersebut adalah kebiasaan wanita-wanita kafir, dan menggunakan kutek tersebut tidak dibolehkan karena terdapat unsur menyerupai mereka.
[Fatawa wa Rasa'il Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, 4/148]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar